saat ini saya seperti sedang menaiki sebuah kereta executive yang melaju kencang melewati stasiun-stasiun tanpa henti. Kadang kulihat di setiap stasiun yang dilewati penjaja makanan yang menjajakan makanan dan terlihat enak, dan di ujung jalan sana tergambar sebuah keindahan kota besar seperti di eropa sana. Tapi apa daya, saya sudah berada di kereta ini dan kereta ini hanya memiliki satu tujuan.
Sudah ada dua panggilan yang memanggil saya untuk sekedar interview atau test, tapi apa daya saat ini saya sedang mengikuti kursus pemipaan. Suatu prospek kerja yang saya pikir akan memberikan masa depan cerah buat saya. Kursus ini ibaratnya seperti kereta yang saya gambarkan tadi. Melaju kencang selama 9 minggu ini menuju suatu tujuan, menjadi seorang desain pipa. Walau kadang dalam hati berpikir, mungkin interview tadi adalah jalan saya menuju masa depan, tapi kembali kuarahkan jalur pemikiran bahwa itu adalah tantangan bagi saya untuk menjadikan kursus ini sebagai suatu hal yang serius, karena sudah dua kali kesempatan interview saya lewatkan. Kembali ke masalah kereta, saya berpikir kita adalah sebagai sebuah kereta. Tuhan membuat rel-rel untuk kita, kita yang berusaha sekuat tenaga untuk memasok batu bara ke kereta kita agar sampai tujuan. Walau terkadang kita menemukan persimpangan, kita akan bingung untuk menentukan arah kereta ini, namun Tuhan sudah membuat rel-rel ini menuju suatu tempat bagi masa depan kita. Dan yang pasti, kereta tidak akan bisa kembali, seperti hidup kita. Kita tak bisa kembali ke masa lalu, yang bisa kita lakukan hanya maju terus ke depan. Sebuah mimpi yang harus dimiliki setiap orang, seperti saya, untuk menjadi navigasi kita menuju rel mana dalam hidup ini. Walau saya dari kecil (sampai sekarang juga) saya selalu berganti-ganti mimpi, dari astronot, ilmuwan, paleontolog, detektif, kembali lagi ke ilmuwan, tapi setidaknya sudah membentuk arah masa depan saya. Saya selalu berharap bisa ke luar dari negara ini sekedar melihat bagaimana ilmu di negeri orang. Walau hanya satu hari saja. Dan mimpi itu takkan berhenti sampai sekarang. Saya ingin sukses sesuai mimpi saya, bukan sukses kata orang.
Sore ini saya melihat website milik kampus saya atas permintaan seorang teman. Dia menyuruh saya untuk melihat daftar alumni, dan betapa kagetnya saya, nama-nama alumni yang ditampilkan hanya mahasiswa terbaik dan cum laude saja sedangkan mahasiswa seperti saya tidak ditulis. Yah mungkin wajar, karena mereka membutuhkan output mahasiswa yang bagus, untuk menambah kualitas publikasi. Atau memang kita bagai seonggok lumpur yang berada melingkupi emas, jadi lumpur disaring, hanya emas yang diambil. Mungkin hal itu wajar.
Tapi mungkin jangan disalahkan banyak alumni yang tidak datang ketika dipanggil kampus itu dalam suatu acara atau permintaan kerjasama dengan perusahaan tempat dia bekerja, karena mereka sendiri bingung, apa mereka pernah kuliah disana, kok di website tidak ada nama mereka. Nanti bos mereka bakal bertanya, apakah mereka benar kuliah disana.
Beginilah cara orang kita menghargai seseorang. Tapi jangan kaget bila suatu saat kita bertemu teman yang dulunya bandel, kuliah ngasal, IPK nasakom, atau yang paling baik diatas 2, mereka mempunyai perusahaan sendiri, atau sudah menjadi direktur di sebuah perusahaan. Bisa saja ketika lulus kuliah mereka sadar, dan menggunakan potensi yang mereka punya untuk mencapai sebuah kesuksesan. Dan mereka berhasil. Jangan salahkan mereka bila tidak mengakui kampus yang dulu tidak menganggap mereka sebagai kampus mereka. But that's life, sometimes unpredictable.
Sore ini saya melihat website milik kampus saya atas permintaan seorang teman. Dia menyuruh saya untuk melihat daftar alumni, dan betapa kagetnya saya, nama-nama alumni yang ditampilkan hanya mahasiswa terbaik dan cum laude saja sedangkan mahasiswa seperti saya tidak ditulis. Yah mungkin wajar, karena mereka membutuhkan output mahasiswa yang bagus, untuk menambah kualitas publikasi. Atau memang kita bagai seonggok lumpur yang berada melingkupi emas, jadi lumpur disaring, hanya emas yang diambil. Mungkin hal itu wajar.
Tapi mungkin jangan disalahkan banyak alumni yang tidak datang ketika dipanggil kampus itu dalam suatu acara atau permintaan kerjasama dengan perusahaan tempat dia bekerja, karena mereka sendiri bingung, apa mereka pernah kuliah disana, kok di website tidak ada nama mereka. Nanti bos mereka bakal bertanya, apakah mereka benar kuliah disana.
Beginilah cara orang kita menghargai seseorang. Tapi jangan kaget bila suatu saat kita bertemu teman yang dulunya bandel, kuliah ngasal, IPK nasakom, atau yang paling baik diatas 2, mereka mempunyai perusahaan sendiri, atau sudah menjadi direktur di sebuah perusahaan. Bisa saja ketika lulus kuliah mereka sadar, dan menggunakan potensi yang mereka punya untuk mencapai sebuah kesuksesan. Dan mereka berhasil. Jangan salahkan mereka bila tidak mengakui kampus yang dulu tidak menganggap mereka sebagai kampus mereka. But that's life, sometimes unpredictable.
0 komentar:
Posting Komentar